Loading...
Kelas 12Rangkuman MateriSejarah Kelas 12Semester 1SMA/K

Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran

Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran

Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran

Halo adik-adik berjumpa lagi di Portal Edukasi.

Pada kesempatan sebelumnya Admin telah membagikan Rangkuman Sejarah Indonesia Kelas 12 Bab 1 Sub-Bab 1: Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965).

Pada kesempatan kali ini, Admin akan membagikan materi baru nih.

Masih sama tentang rangkuman Sejarah Indonesia Kelas 12 Bab 1 : Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa.

Sub-bab kedua ini akan membahas tentang : Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran.

Yuk mari disimak!

 

Rangkuman Sejarah Indonesia Kelas 12 Bab 1

Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran

 

Kesadaran Terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa

Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat dihubungkan dengan masih terdapatnya potensi konflik di beberapa wilayah Indonesia pada masa kini.

Konflik dapat mengancam persatuan bangsa, menimbulkan banyak korban dan kerugian.

Lalu bagaimana cara mengatasi konflik tersebut?

Ada baiknya bila kita coba kembali merenungkan apa yang pernah ditulis oleh Mohammad Hatta pada tahun 1932 tentang persatuan bangsa.

Menurutnya:

“Dengan persatuan bangsa, satu bangsa tidak akan dapat dibagi-bagi. Di pangkuan bangsa yang satu itu boleh terdapat berbagai paham politik, tetapi kalau datang marabahaya… di sanalah tempat kita menunjukkan persatuan hati. Di sanalah kita harus berdiri sebaris. Kita menyusun ‘persatuan’ dan menolak ‘persatean’” (Meutia Hatta, mengutip Daulat Rakyat, 1931).

 

Teladan Para Tokoh Persatuan

Kita dapat mengambil suri tauladan para tokoh persatuan.

Banyak sekali tokoh persatuan yang telah menjadi pahlawan nasional.

Jumlah pahlawan nasional hingga tahun 2017 adalah 173 orang.

Nah kita akan simak perjuangan mereka ya!

 

Pahlawan Nasional dari Papua

Mari kita mulai dengan beberapa pahlawan dari Papua ya!

Frans Kaisiepo

Frans Kaisiepo (1921-1979) adalah salah seorang tokoh yang mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang Indonesia merdeka.

Bentuk-bentuk perjuangannya yaitu:

  • 10 Mei 1946 turut berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka (PIM)
  • Tahun 1946 menjadi anggota delegasi Papua dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan dan menyebut nama Papua dengan nama Irian.
  • Dalam konferensi Malino, ia menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) karena NIT tidak memasukkan Papua ke dalamnya.
  • Tahun 1948 Kaisiepo ikut berperan dalam merancang pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintah kolonial Belanda
  • Tahun 1949 ia menolak menjadi ketua delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
  • Tahun 1961 ia mendirikan partai politik Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan Nederlans Nieuw Guinea ke negara Republik Indonesia.
  • Paruh tahun terakhir tahun 1960-an, Kaisiepo berupaya agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) bisa dimenangkan oleh masyarakat yang ingin Papua bergabung ke Indonesia

 

Silas Papare

Silas Papare adalah salah satu tokoh perjuangan dari Papua.

Bentuk perjuangannya adalah:

  • Pada September 1945 ia membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) dengan tujuan untuk menghimpun kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.
  • mendirikan Partai Kemerdekaaan Irian
  • Tahun 1962 ia mewakili Irian Barat duduk sebagai anggota delegasi RI dalam Perundingan New York antara Indonesia-Belanda dalam upaya penyelesaian masalah Papua

 

Marthen Indey

Marthen Indey adalah seorang anggota polisi Hindia Belanda.

Namun jabatan ini bukan berarti melunturkan sikap nasionalismenya.

Justru sikap keindonesiaan semakin tumbuh tatkala ia kerap berinteraksi dengan tahanan politik Indonesia yang dibuang Belanda ke Papua.

Antara tahun 1945-1947, bersama-sama kaum nasionalis di Papua, secara sembunyi-sembunyi ia menyiapkan pemberontakan walaupun gagal.

Sejak tahun 1946 Marthen Indey menjadi Ketua Partai Indonesia Merdeka (PIM).

Ia lalu memimpin sebuah aksi protes yang didukung delegasi 12 Kepala Suku terhadap keinginan Belanda yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia.

Akibat aktivitas politiknya yang kian berani ini, pemerintah Belanda menangkap dan memenjarakan Indey.

Tahun 1962, saat Marthen Indey tak lagi dipenjara, ia menyusun kekuatan gerilya sambil menunggu kedatangan tentara Indonesia yang akan diterjunkan ke Papua dalam rangka operasi Trikora.

Saat perang usai, ia berangkat ke New York untuk memperjuangkan masuknya Papua ke wilayah Indonesia, di PBB hingga akhirnya Papua (Irian) benar-benar menjadi bagian Republik Indonesia.

 

Para Raja yang Berkorban Untuk Bangsa

Untuk Raja yang akan dibahas adalah Sultan Hamengku Buwono IX dan Sultan Syarif Kasim II.

Yuk kita simak!

 

Sultan Hamengku Buwono IX

Pada tahun 1940, ketika Sultan Hamengku Buwono IX dinobatkan menjadi raja Yogyakarta, ia dengan tegas menunjukkan sikap nasionalismenya.

Tidak sampai 3 minggu setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan, Sultan Hamengku Buwono IX menyatakan Kerajaan Yogjakarta adalah bagian dari negara Republik Indonesia.

Pada tanggal 5 September 1945, Sultan Hamengku Buwono IX memberikan amanat bahwa:

  • Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Republik Indonesia.
  • Segala kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan urusan pemerintahan berada di tangan Hamengku Buwono IX.
  • Hubungan antara Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah RI bersifat langsung dan Sultan Hamengku Buwono IX bertanggung jawab kepada Presiden RI.

Selain itu banyak sekali tindakan nasionalisme beliau, seperti:

  • Markas TKR dan ibukota RI pernah berada di Yogjakarta atas saran Sultan.
  • Memberikan bantuan logistik dan perlindungan bagi kesatuan-kesatuan TNI tatkala perang kemerdekaan berlangsung.
  • Menolak tawaran Belanda yang akan menjadikannya raja seluruh Jawa setelah agresi militer Belanda II berlangsung.
  • Dikenal sebagai pribadi yang demokratis dan merakyat.

 

Sultan Syarif Kasim II

Sultan Syarif Kasim II dinobatkan menjadi raja Siak Indrapura pada tahun 1915 ketika berusia 21 tahun.

Ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke Siak, Sultan Syarif Kasim II segera mengirim surat kepada Soekarno-Hatta, menyatakan kesetiaan dan dukungan terhadap pemerintah RI serta menyerahkan harta senilai 13 juta gulden untuk membantu perjuangan RI.

13 juta gulden itu banyaaaak bro! Setara dengan Rp. 1,47 trilyun pada tahun 2014!

Sultan Syarif Kasim II juga membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik.

Ia juga segera mengadakan rapat umum di istana serta mengibarkan bendera Merah-Putih, dan mengajak raja-raja di Sumatera Timur lainnya agar turut memihak republik.

Ia juga kembali menyerahkan kembali 30% harta kekayaannya berupa emas kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bagi kepentingan perjuangan.

Ketika van Mook, Gubernur Jenderal de facto Hindia Belanda, mengangkatnya sebagai “Sultan Boneka” Belanda, Sultan Syarif Kasim II tentu saja menolak.

 

Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra

Selain perjuangan melalui fisik, tentu saja seni dan sastra turut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Salah satunya yaitu Ismail Marzuki, kita bahas ya!

 

Ismail Marzuki

Tahun 1936, Ismail Marzuki masuk perkumpulan musik Lief Java dan berkesempatan mengisi siaran musik di radio.

Pada saat inilah ia mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu barat untuk kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri.

Lagu-lagu yang diciptakan Ismail Marzuki itu sangat diwarnai oleh semangat kecintaannya terhadap tanah air.

Ketika RRI dikuasai Belanda pada tahun 1947 Ismail Marzuki yang sebelumnya aktif dalam orkes radio memutuskan keluar karena tidak mau bekerja sama dengan Belanda.

Ketika RRI kembali diambil alih republik, ia baru mau kembali bekerja di sana.

Lagu-lagu Ismail Marzuki yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan yang menggugah rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa, antara lain:

  • Rayuan Pulau Kelapa
  • Halo-Halo Bandung
  • Selendang Sutera
  • Sepasang Mata Bola

 

Perempuan Pejuang

Apakah pejuang pejuang Indonesia hanya berasal dari kaum lelaki yang berotot?

Tentu tidak!

Ada pejuang dari kaum hawa, siapakah dia yang akan kita bahas?

Dia adalah Opu Daeng Risaju.

Yuk kita simak!

 

Opu Daeng Risaju

Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah.

Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng.

Nama Opu menunjukkan gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu.

Sejak kecil, Opu Daeng Risaju tidak pernah memasuki pendidikan Barat (Sekolah Umum), walaupun ia keluarga bangsawan.

Setelah dewasa Famajjah kemudian dinikahkan dengan H. Muhammad Daud, seorang ulama yang pernah bermukim di Mekkah.

Opu Daeng Risaju mulai aktif di organisasi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) melalui perkenalannya dengan H. Muhammad Yahya, seorang pedagang asal Sulawesi Selatan yang pernah lama bermukim di Pulau Jawa.

Ketika pulang ke Palopo, Opu Daeng Risaju mendirikan cabang PSII di Palopo. PSII cabang Palopo resmi dibentuk pada tanggal 14 Januari 1930 melalui suatu rapat akbar yang bertempat di Pasar Lama Palopo (sekarang Jalan Landau).

Kegiatan Opu Daeng Risaju didengar oleh controleur afdeling Masamba yang kemudian menuduh Opu Daeng Risaju melakukan tindakan menghasut rakyat atau menyebarkan kebencian di kalangan rakyat untuk membangkang terhadap pemerintah.

Sehingga pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman penjara kepada Opu Daeng Risaju selama 13 bulan.

Setelah keluar dari penjara Opu Daeng Risaju semakin aktif dalam menyebarkan PSII.

Pada tahun 1933 Opu Daeng Risaju dengan biaya sendiri berangkat ke Jawa untuk mengikuti kegiatan Kongres PSII.

Kedatangan Opu Daeng Risaju ke Jawa ternyata menimbulkan sikap tidak senang dari pihak kerajaan karena dianggap telah melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan politik.

Akhirnya Opu Daeng Risaju dijatuhi hukuman penjara selama empat belas bulan pada tahun 1934.

Pada masa pendudukan Jepang Opu Daeng Risaju tidak banyak melakukan kegiatan di PSII karena dilarang oleh Pemerintah Pendudukan Jepang.

Opu Daeng Risaju kembali aktif pada masa revolusi, sebagai contoh terjadi pemberontakan yang digerakkan oleh pemuda sebagai sikap penolakan terhadap kedatangan NICA di Sulawesi Selatan yang berkeinginan kembali menjajah Indonesia.

Setelah pengakuan kedaulatan RI tahun 1949, Opu Daeng Risaju pindah ke Pare-Pare mengikuti anaknya Haji Abdul Kadir Daud yang waktu itu bertugas di Pare-Pare.

Sejak tahun 1950 Opu Daeng Risaju tidak aktif lagi di PSII, ia hanya menjadi sesepuh dari organisasi itu.

Pada tanggal 10 Februari 1964, Opu Daeng Risaju meninggal dunia.

Beliau dimakamkan di pekuburan raja-raja Lokkoe di Palopo.

 

Apabila kalian sudah cukup memahami materi ini, coba juga latihan soal materi ini pada link dibawah ini:

 

Latihan Soal Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran

 

Sekian rangkuman yang dapat Admin bagikan kali ini tentang Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran.

Jangan lupa share ke teman teman kalian apabila kalian merasa artikel ini bermanfaat untuk kalian.

Selalu kunjungi Portal Edukasi untuk rangkuman materi lainnya ya.

Baca Juga: Rangkuman Materi Sejarah Kelas 12 Bab 2
3.8 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
error: Maaf Dilarang Copas Ya :)
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x